Tuesday, July 5, 2011

Dansa Rasta Di Bogor…

Setelah event Tropical Nite di GOR Pajajaran beberapa waktu lalu, acara reggae kembali hadir mengusik wajah pecinta musik Bogor. Musik jenis ini tampaknya memang tengah menjadi isu hangat di kalangan komunitas muda selain jazz. Banyaknya musisi papan atas yang mulai melirik aliran ini sepertinya menjadi tanda untuk ber-reggae mania. Band indie yang mengambil genre ini juga cukup sukses diminati pasar pecinta musik tanah air. Tak salah jika akhirnya kota hujan dihujani kaum rasta (sebutan penikmat musik reggae). Seperti halnya yang terjadi di Taman Ade Irma Suryani atau lebih dikenal dengan taman Topi minggu 15 april 2007. Puluhan rastaman berdansa ria menikmati pesta musik yang bertajuk ‘Holiday Reggae and Ska’, bergabung dengan pogo-nya rudeboy (sebutan pecinta musik Ska). Ciri rambut gimbal, kaos oblong lusuh, celana jins belel, sepatu kets butut yang menjadi stereotip rastaman selama ini tampaknya kini tidak menjadi patokan lagi. Yang penting bisa menangkap soulnya reggae, tidak masalah kalau tidak gimbal. Mereka tetap asyik menikmati musik dari jamaica yang masuk ke Indonesia sejak 1970-an ini.
“Ide awalnya adalah untuk mengumpulkan komunitas reggae yang ada di Bogor”. Tutur Erik salah seorang panitia.
“Kita ingin sesama penikmat reggae dapat bertemu dan saling mengenal. Karena selama ini saya sendiri tidak banyak tahu tentang komunitas reggae di Bogor”. Lanjutnya ketika dikonfirmasi tentang komunitas reggae di Bogor.
Menurut Erik yang juga salah seorang personil Band Reggae, Bogor banyak menyimpan potensi musik. Dengan adanya event reggae ini harapannya Bogor lebih ramai, asyik dan bervariasi musiknya. Dan dorongan untuk ber-reggae mania juga disambut komunitas reggae di sekitar Bogor seperti Depok, Bekasi dan Jakarta. Secara khusus dalam suatu kesempatan Tony Q (tokoh reggae lokal) berharap munculnya kreatifitas reggae di Bogor
“Reggae ini cocok untuk Bogor yang damai…musiknya lebih santai, mudah berdamai dengan aliran lain”. Tambah salah satu penggemar rasta Bogor
Event yang digelar Ingram Production ini menampilkan 11 band performer. Dimulai pukul 9.30 acara langsung digeber dengan penampilan band ska dan reggae. Tampilnya Cooktails, Heart Voice, Non Skid, Green Underwear dan 2nd oof The 1st sebenarnya sudah berusaha maksimal memanaskan suasana. Selepas ‘dhuhur’ ditengah cuaca yang tampak ramah, pertunjukan makin menghangat dengan tampilnya The Herb dilanjutkan performance menarik dari Jamaican Soul (Band reggae Depok yang diundang meramaikan acara). The Fictive juga tidak kalah menariknya merayu audience untuk merapat ke panggung, berdansa dan bersalam rasta. Hal yang sama juga dilakukan My Reggae dan Not For Child. Yang disebut terakhir ini membawakan irama ska untuk memberi kesempatan rudeboy ber-pogoact.
Ditutup dengan penampilan Sireum Ateul yang juga merupakan band reggae lama di Bogor. Rastaman dimanjakan dengan lantunan karya paman Bob (Bob Marley), UB40 dan beberapa karya reggae lokal.

Reggae yang Tidak Harus Rasta : Reggae dan rasta


Di Indonesia, reggae hampir selalu diidentikkan dengan rasta. Padahal, reggae dan rasta sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. "Reggae adalah nama genre musik, sedangkan rasta atau singkatan dari rastafari adalah sebuah pilihan jalan hidup, way of life," ujar Ras Muhamad (23), pemusik reggae yang sudah 12 tahun menekuni dunia reggae di New York dan penganut ajaran filosofi rasta. Repotnya, di balik ingar-bingar dan kegembiraan yang dibawa reggae, ada stigma yang melekat pada para penggemar musik tersebut. Dan stigma tersebut turut melekat pada filosofi rasta itu sendiri. "Di sini, penggemar musik reggae, atau sering salah kaprah disebut rastafarian, diidentikkan dengan pengisap ganja dan bergaya hidup semaunya, tanpa tujuan," ungkap Ras yang bernama asli Muhamad Egar ini. Padahal, filosofi rasta sesungguhnya justru mengajarkan seseorang hidup bersih, tertib, dan memiliki prinsip serta tujuan hidup yang jelas. Penganut rasta yang sesungguhnya menolak minum alkohol, makan daging, dan bahkan mengisap rokok. "Para anggota The Wailers (band asli Bob Marley) tidak ada yang merokok. Merokok menyalahi ajaran rastafari," papar Ras.

Ras mengungkapkan, tidak semua penggemar reggae adalah penganut rasta, dan sebaliknya, tidak semua penganut rasta harus menyenangi lagu reggae. Reggae diidentikkan dengan rasta karena Bob Marley—pembawa genre musik tersebut ke dunia adalah seorang penganut rasta.

Ras menambahkan, salah satu bukti bahwa komunitas reggae di Indonesia sebagian besar belum memahami ajaran rastafari adalah tidak adanya pemahaman terhadap hal-hal mendasar dari filosofi itu. "Misalnya waktu saya tanya mereka tentang Marcus Garvey dan Haile Selassie, mereka tidak tahu. Padahal itu adalah dua tokoh utama dalam ajaran rastafari," ungkap pemuda yang menggelung rambut panjangnya dalam sorban ini.
Pemusik Tony Q Rastafara pun mengakui, meski ia menggunakan embel-embel nama Rastafara, tetapi dia bukan seorang penganut rasta. Tony mencoba memahami ajaran rastafari yang menurut dia bisa diperas menjadi satu hakikat filosofi, yakni cinta damai. "Yang saya ikuti cuma cinta damai itu," tutur Tony yang tidak mau menyentuh ganja itu.
Namun, meski tidak memahami dan menjalankan seluruh filosofi rastafari, para penggemar dan pelaku reggae di Indonesia mengaku mendapatkan sesuatu di balik musik yang mereka cintai itu. Biasanya, dimulai dari menyenangi musik reggae (dan lirik lagu-lagunya), para penggemar itu kemudian mulai tertarik mempelajari filosofi dan ajaran yang ada di baliknya.
Terhitung ada 50 band dari ujung barat Indonesia, sampai papua. Dan acara yang digelar hari Sabtu, tanggal 21/05/2011 ini juga membuat berbagai komunitas yang bersinggungan dengan reggae. Di parkiran PRJ kemayoran banyak terlihat rombongan scooter, motor tua Inggris, sampai Harley Davidson.

 Festival Reggae ini mengandalkan 2 panggung besar sebagai penarik pengunjung. Nama-nama band yang besar di daerah bisa dinikmati disini. Seperti Richard The Gillis, yang sempat berkeliaran di Jakarta namun akhirnya memilih menetap di Gilli Trawangan, Lombok. Masih dari Lombok ada S2B, yang kabarnya hampir tiap hari menghibur turis yang berkunjung ke Gilli Trawangan.

 Joni Agung & Double T yang identik dengan reggae bar Apache di Legian, Bali juga hadir dengan beberapa lagu berbahasa Bali. Dan masih banyak lagi dari berbagai kota di Indonesia.
 Mereka berbagi panggung rata dengan nama-nama yang lebih dikenal seperti Tony Q, Steven Jam, Gangsta Rasta, Ras Muhamad, Ray D' Sky dan Shaggy Dog.
Dan juga penampilan spesial dari Iwan Fals, yang dengan gagah tampil sendirian diatas panggung membawakan lagu-lagunya dengan sentuhan reggae. 
  Bukan cuma band-nya yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia. Di dalam venue, terlihat beberapa tenda yang digelar oleh penonton yang datang dari luar kota. Memet, manager Shaggy Dog mengaku cukup pusing untuk menjelaskan lokasi venue kepada beberapa Doggies yang datang naik motor dari jawa tengah dan timur.

 Mustinya, suasana event ini bisa lebih seru kalau tidak hanya mengandalkan panggung. Mungkin lebih seru kalau saja di area peristirahatan ada bengkel dreadlock, tattoo, scooter dan berbagai element yang ada di kultur reggae. Tidak hanya makanan dan minuman seperti pensi. Kalau merchandise berupa t-shirt dan pernak pernik reggae sih terlihat hadir.

 Di luar itu, acara ini bisa dibilang dahsyat. Rundown acara yang mustinya selesai jam 24.00, terganggu dengan pidato Presiden RI yang menghadiri acara Waisak di bagian lain PRJ Kemayoran. Sehingga acara musti dihentikan cukup lama. Dahsyatnya bukan itu, tapi penonton tetap memadati venue menikmati band-band yang main dengan berbagai cara mereka. Sampai jam 02.00 dini hari, masih lebih dari separuh venue ikut berdansa bersama Shaggy Dog yang tampil setelah Big Mountain.

 Sementara penampilan Big Mountain malam itu paling terasa saat mereka membawakan Carribean Blue, Baby I Love Your Way dan encore One Love (Bob Marley).
 

tony Q

SELALU ada berita baru tentang reggae dari Tony Q Rastafara. Selalu ada album atau master musik reggae di dalam tas kecilnya yang akan diperlihatkan kepada orang yang tertarik mencari tahu apa yang kini dikerjakannya. Atau sebuah buku, Bob Marley: Rasta, Reggae, Revolusi yang agak lusuh karena sering dibaca dari tangan ke tangan, dibahasnya bersama beberapa kawan di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan kebetulan dia memberi komentar singkat di sampul belakang. Tony Q, memang reggaeman yang bersemangat!

Kadang dia menghilang dari Jakarta beberapa bulan untuk melakukan konser di beberapa kota di Jawa dan Bali. Biasanya digelar di kampus-kampus, atau bar dan cafe. Kadang langkahnya panjang hingga mancanegara, “Aku mau berangkat ke Aus, nih!” katanya lewat telepon seluler, suatu kali. Maksudnya pergi ke Australia untuk melakukan mixing di Sound Warp untuk album barunya, Anak Kampung, yang akan dirilis dalam waktu dekat ini.
Selama tigapuluh tahun karir musiknya, Fullwood pernah bekerjasama dengan Bob Marley, Peter Tosh, Black Uhuru, Gregory Isaacs hingga The Mighty Diamondas. Setahun yang lalu, Fully Fullwood dan kawan-kawannya di band Tosh Meets Marley sempat melakukan tur konser di Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan Bali. Di belakang panggung konser, Tony Q diperkenalkan kepada Fully Fullwood dan kawan-kawan, serta manajer Mark Miller.
Tiba-tiba saja scene reggae di tanah-air heboh melihat kedekatan Tony Q dengan Fully Fullwood yang kemudian berujung bekerjasama membuat sebuah album.

Sekembali Tony Q dari Australia, BATAVIASE NOUVELLES menemuinya di Wapres pada suatu petang. Sambil menyeruput kopi pahit dan menghisap rokok kretek dengan diselingi senda gurau, lagi-lagi Tony Q bersemangat menjawab BATAVIASE.
Dari kejadian itu, lama-lama gue baru mengerti, ternyata orang Amerika itu sangat apresiatif dengan musik reggae Indonesia. Prof. Ann, misalnya, selalu memberi gue dorongan terus berkarya. Ketika dia dengar musik gue yang ada elemen musik Sunda, Jawa atau daerah lainnya di Indonesia, dia bilang, itu musikmu enggak ada di Amerika atau Afrika.
Budaya kita kan unik, sejarahnya panjang. Dia akhirnya mengirimkan lagu-laguku kepada Putu Mayo World Record, perusahaan yang berbasis di New York. Satu lagu gue, Pat Gulipat, masuk dalam kompilasi World Reggae berjudul Reggae Playground bersama musisi reggae dunia.
Gue langsung terharu sekaligus bangga, akhirnya musik reggae Indonesia diakui secara internasional.

“It’s Influences”

Saat rekaman Jamaika telah tersebar ke seluruh dunia, sulit rasanya menyebutkan berapa banyak genre musik popular sebesar Reggae selama dua dekade. Hits - hits Reggae bahkan kemudian telah dikuasai oleh bintang Rock asli mulai Eric Clapton sampai Stones hingga Clash dan Fugees. Disamping itu, Reggae juga dianggap banyak mempengaruhi pesona tari dunia tersendiri. Budaya ‘Dancehall’ Jamaika yang menonjol plus sound system megawatt, rekaman yang eksklusif, iringan drum dan bass, dan lantunan rap dengan iringannya telah menjadi budaya tari dan tampilan yang luar biasa.Inovasi Reggae lainnya adalah Dub remix yang sudah diasimilasi menjadi musik populer lainnya lebih luas lagi.

reggae indonesia

Di indonesia sendiri,

musik ini di pelopori oleh imanez kemudian di susul oleh bung tony q. Musik yang dibawakan oleh keduanyapun sungguh kental dengan gaya-gaya musik bohemian, dengan irama real reggae, beliau sanggup mewarnai jajaran musik indonesia. Dia pun mucul sebagai pelopor band-band reggae lain, seperti steven and coconut trees yang mengusung musik reggae yang lebih modern. Jadi buat orang-orang yang masih awam dengan musik ini, janganlah berprasangka buruk kepada orang-orang yang mencintai musik ini (termasuk saya)hehehehehehe. Mungkin penampilan mereka terlihat apa-adanya dan agak berantakkan tetapi sesungguhnya dibalik itu semua terdapat filosofi-filosofi dari unsur kesederhanaan, kebebasan dan perdamaian
Kata reggae sebenarnya berasal dari logat afrika dari kata “ragged” yaitu gerakan seperti menghentak badan saat orang menari dengan iringan musik ska atau reggae. Reggae sendiri dipengaruhi oleh musik R&B, ROCK, CALYPSO,RHUMBA serta musik khas jamaika yang disebut mento. Irama reggae sendiri berasal dari musik ska, yang cenderung memberi tekanan pada nada-nada lemah serta hentakan ritmik drum yang komplek. Tetapi ada yang membedakan musik ska dengan reggae,yaitu tempo musik reggae sedikit lebih lambat dan menonjolkan vocal yang yang berat seperti pada musik-musik chant serta diiringi oleh tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari rastafari.
Mengapa musik reggae itu terkesan dengan penampilan yang nggimbal ataupun lusuh? Kita telaah saja dari asal-muasal musik reggae yaitu berasal dari jalanan getho”perkampungan kaum rastafarian” di daerah jamaika. Mungkin hal itulah yang menyebabkan gaya rambut gimbal menghiasi para musisi di awal perjalanannya dan sarat dengan ajaran-ajaran rastafarian yang meng ”idealisaikan” kebebasan, perdamaian, keindahan ala dan gaya hidup bohemian.

Tony Q,Musisi Reggae Indonesia

kalau di Jamaika kita mengenal Bob Marley maka di Indonesia kita mengenal Tony Q. Ya Tony Q the legend of Indonesian Reggae Music. Dulu jaman (alm) Mas Imanez masih main lagu-lagu ballads Mas Tony udah mainin reggae. Lahir dengan nama Tony Waluyo, Tony hijrah ke Jakarta, bekerja pada PT Singapur-Cakung, sebagai buruh bagian quality control, sebuah pabrik kaleng. Merasa tertekan melihat mesin absensi, ia pindah kerja pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain periklanan di Sunter. Suatu kali, ia meminta ijin pada sang bos untuk diperkenankan kuliah seni rupa di Institut Kesenian Jakarta. Tapi si bos tak memberi ijin, justru memberinya setumpuk pekerjaan di percetakan, dan akhirnya Tony keluar dari pekerjaan.
Sampai kemudian Tony berlabuh di Pasar Kaget Blok-M, hidup secara bohemian dengan mengamen. Ia merasa senang, bebas dan nyaman. “Orangtua saya begitu prihatin mendengar cerita orang-orang bahwa saya ngamen… Padahal saya bahagia dengan cara hidup seperti itu. Banyak teman, makan-tidur-ngamen… hari-hari yang bebas. Ngitung duit jam empat pagi di Hoya. Dapat uang beli senar gitar atau beli buku dan alat-alat lukis,” tutur Tony Q. yang pada masa itu banyak belajar dari musisi jalanan, Anto Baret dan lingkar pergaulan seniman Bulungan. Baginya, rasa was-was orangtua adalah wajar, justru mendorongnya untuk lebih berprestasi.

Perjalanan bermusik Tony Q memang terasah lewat mengamen kemudian mulai tampil di kafe-kafe di bilangan Blok-M. Selain untuk dapur supaya tetap ngebul, sekaligus bisa bergaul dengan segala kalangan, Tony Q mengaku ini jadi media belajar buat dia, untuk lebih baik dalam bermusik. Kini secara berkala Tony Q tampil di BB’s sebuah bar di bilangan Menteng setiap jumat dan sabtu malam. Di sana kerapkali band-band reggae seperti Steven n’ Coconut Treez, Pasukan Lima jari, Gangsta Rasta, dan kadang band reggae dari Yogya, Shaggy Dog juga Jony Agung musisi reggae asal Bali tampil menyemarakkan suasana.
Musik Tony Q Rastafara sangat kental unsur musik-musik traditional Indonesia seperti Paris van Java berlirik bahasa Sunda dan beralunan khas lagu-lagu Pasundan. Ngayogyakarta berbahasa Jawa, yang sangat khas dengan musik Jawa Tengah. kemudian Pesta Pantai yang memadukan musik talempong Minang. Lalu ada Anak Kampung yang memasukkan irama lagu Melayu. Tony Q percaya bahwa reggae yang notabene-nya berasal dari Jamaika bisa ber-akulturasi dengan budaya local Indonesia dan menciptakan Reggae Indonesia.

Perjuangan Menegakkan Panji Reggae di Indonesia

Ketika gerakan legalisasi ganja di indonesia menyingsing pada pekan pertama Mei 2011 lalu -- tidak terlalu lama berselang setelah perayaan May Day yang pernah dilarang keras pada zaman Orde Baru -- dan sukses mencuri perhatian masyarakat serta media massa, apa yang pertama kali terbit di dalam diri saya bukanlah sebuah impuls untuk bersikap pro ataupun kontra. Melainkan terkesima seperti sedang menyaksikan sekelompok orang berkeyakinan berbeda dari masyarakat pada umumnya, yang memperjuangkan sebuah utopia menjadi nyata.

Di mata saya, gerakan itu seolah-olah sebuah perjuangan sekelompok pemuda antikapitalisme yang menuntut pemerintah untuk melegalkan ajaran-ajaran kiri yang terlarang di Indonesia.

Saat pertama kali mengetahui sebuah festival musik reggae yang diberi nama Indonesia Reggae Festival akan digelar di Indonesia oleh BnR Production, perasaan yang serupa tapi tak sama muncul dalam diri saya. Pasalnya, sejauh ingatan saya, reggae adalah ragam musik yang tidak mendapatkan ruang terbaik di rumah bernama ‘industri musik Indonesia.’

Siapa yang mengenal sosok pejuang musik reggae tanah air tergigih, Tony Q Rastafara? Saya jamin jumlahnya tak sebanyak mereka yang mengenal almarhum Mbah Surip. Padahal, musisi kelahiran Semarang bernama lengkap Tony Waluyo Sukmoasih yang mulai menekuni reggae sejak 1989 itulah sang motivator almarhum pemilik hit “Tak Gendong” untuk tampil ke muka publik dengan mengusung warna reggae. Dan mereka berdua sejatinya berasal dari komunitas seni yang sama, yakni Wapress (Warung Apresiasi Seni) di Bulungan, Jakarta Selatan.

“Mbah Surip itu dulu menjadi MC di acara-acara kita. Dan sewaktu kita main, beliau selalu kita paksa nyanyi. Kita kerjain dia. Sewaktu Mbah Surip bikin album, beliau bikin album model Pancaran Sinar Petromak. Iya, album humor seperti itu,” kata Tony saat dihubungi lewat telepon.

Dengan tingkat pengetahuan reggae masyarakat Indonesia kebanyakan yang sedemikian memprihatinkan, maka menjadi suatu upaya memperjuangkan utopia juga ketika ragam musik tersebut dijadikan tema sebuah festival. Karena pertanyaan yang muncul kemudian adalah: Siapa yang akan menonton jika selama ini reggae menjadi anak tiri di rumah sendiri?

Sejarah Ayah dari sang Legenda Bob Marley

Kapten Norval Sinclair Marley adalah seseorang yang berperawakan kecil. Ia adalah seorang pengawas tanah perusahaan Crown Lands, milik Pemerintahan Inggris yang telah menjajah Jamaika sejak tahun 1660-an yang terletak sebelah utara pulau itu. Pangkat yang disandangnya ia dapat saat menjadi komandan markas di Resimen British Hindia Barat. Suatu saat ia bertemu dengan Cendella, seorang wanita pribumi yang telah mamikat hatinya pada saat dia sedang berkunjung ke distrik Nine Miles. Hubungan mereka menjadi pergunjingan warga setempat karena Ras.





Pada Mei 1944 cedella mengejutkan keluarganya karena hamil. Sehingga pada hari jumat dilaksanakanlah pernikahan antara Norval dengan Cendella dan sehari setelah pernikahan mereka, Cendella diungsikan ke Kingston agar tidak tercorek namanya sebagai ahli waris keluarganya.



Dan akhirnya Cendella melahirkan seorang anak yang diberi nama Robert Nesta Marley yang lahir pada pukul 2.30, Rabu Februari 1945 dengan bobot enam setengan pon (3.25 kg) di Nine Miles. Konon pada malam kelahirannya, banyak orang melihat beberapa meteor jatuh, yang menurut keyakinannya akan lahir seorang tokoh besar.



Pada tahun 1950 Cendella pindah ke Trench Town – Kingston. Marley mulay berinteraksi dengan geng-geng jalanan yang kemudian berlanjut menjadi gerombolan bernama “The Rudeboys. Walaupun berperawakan kecil seperti ayahnya, tapi karena kekuatannya ia dijuluki “Tuff Gong”.



Setelah Marley drop out dari sekolahnya ia mulai tertarik dengan musik. Pada awal 1962 Bob Marley, Bunny Livingstone, Peter Mcintosh, Junior Braithwaite, Beverley Kelso dan Cherry Smith membentuk grup ska & rocksteady dengan nama “The Teenager” yang nantinya berubah menjadi The Wailing Rudeboys dan berganti lagi menjadi The Wailing Wailer dan akhirnya menjadi The Wailers.

Pada tahun 1977, Bob Marley divonis terkena kanker kulit, namun disembunyikan dari publik. Bob Marley kembali ke Jamaica tahun 1978, dan mengeluarkan SURVIVAL pada tahun 1979 diikuti oleh kesuksesan tur keliling Eropa.



Bob Marley melakukan 2 pertunjukan di Madison Square Garden dalam rangka merengkuh warga kulit hitam di Amerika Serikat. Namun pada tanggal 21 September 1980, Bob Marley pingsan saat jogging di NYC’s Central Park. Kankernya telah menyebar sampai otak, paru-paru dan lambung. Penyanyi reggae inipun akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di Miami Hospital pada 11 Mei 1981 di usia 36 tahun, dengan meninggalkan seorang istri dan 5 orang anak.

Interview Big Mountain : Band Reggae Indonesia punya kualitas Dunia

Big Mountain band Asal San Diego-California menjadi bintang tamu di event Indonesia Reggae Fest 2011 
tak akan menyangka event IRF bakal bisa sebesar ini bahkan mereka kagum akan antusias pengunjung di Indonesia Reggae fest 2011
di bawah ini sedikit  interview kita dari Radio Reggae Indonesia dengan Big Mountain

pekan raya jakarta 2011

Pecinta musik reggae Tanah Air akan dipuaskan dengan penampilan Big Mountain, Iwan Fals, dan puluhan band reggae lokal dalam ajang Indonesia Reggae Fest, di arena PRJ, Jakarta. Pentas musik reggae ini akan digelar saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional 21 Mei mendatang.
"Tema One Love, One Heart menjadi semangat gelaran Reggae Fest ini. Kerinduan pecinta reggae dapat terpenuhi di sini, sekaligus menandai kebangkitan musik reggae Tanah air," tegas Ketua Pelaksana Indonesia Reggae Fest, Teguh, kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (28/4).
Dikatakan Teguh, Indonesia Reggae Fest merupakan ajang pemusik dan pecinta reggae yang pertama kali digelar. Ajang ini akan menghadirkan lebih 50 band reggae dari berbagai daerah (Medan, Padang, Palembang, Lampung, Jawa, Bali, Lombok, Makassar, Papua, Banjarmasin, Tegal dan daerah lainnya) dengan bintang tamu Big Mountain, band reggae asal San Diego, AS.
Teguh menambahkan, dengan venue yang luas seperti arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), event ini menargetkan menampung 15.000 penikmat musik.
Degan dua stage sebesar 15Mx12M, Land Array Sound System 50.000 Watt di setiap panggung, dan Lighting System 25.000 Watt, serta Multimedia Stage Art, pentas ini diharapkan mampu membuat pengunjung bergoyang bersama. Hanya dengan Rp100.000,- pengunjung dapat menikmati acara ini.
"Kita tidak memakai event organizier (EO) tapi pemusik reggae sendiri yang menjadi panitianya. Acara digelar pada pukul 22.00 hingga 24.00 WIB," ujar Teguh.
Perkembangan musik asal Jamaica ini, dengan pengaruh Blues-Rock-Ska dalam karakter 4/4 time dan simple chord, telah mendunia dengan semangat kemanusiaan, perjuangan hidup, ketidakpuasan terhadap sistem, kecintaan pada alam semesta dan irama harmoni kedamaian dalam persatuan telah merasuk anak negeri.
Dari Bob Marley sampai band-band pengikut jejaknya seperti UB40, Big Mountain, Aswad, Steel Pulse yang berhasil mendunia, diikuti beberapa band Indonesia seperti Black Company, Asian Roots, Hingga Tony Q Rastafara. Dan awal 2005 lahir pula Steven & Coconuttreez, dan beberapa tahun kemudian lahir Cozy Republic, Gangstarasta, dan lainnya. Hingga kini hampir seluruh kota besar di Indonesia memiliki band-band reggae dengan ciri masing-masing tetapi tetap dengan semangat "One Love, One Heart".

reggae

Reggae merupakan irama musik yang berkembang di Jamaika. Reggae mungkin jadi bekas di perasaan lebar ke menunjuk ke sebagian terbesar musik Jamaika, termasuk Ska, rocksteady, dub, dancehall, dan ragga. Barangkali istilah pula berada dalam membeda-bedakan gaya teliti begitu berasal dari akhir 1960-an. Reggae berdiri di bawah gaya irama yang berkarakter mulut prajurit tunggakan pukulan, dikenal sebagai "skank", bermain oleh irama gitar, dan pemukul drum bass di atas tiga pukulan masing-masing ukuran, dikenal dengan sebutan "sekali mengeluarkan". Karakteristik, ini memukul lambat dari reggae pendahuluan, ska dan rocksteady.
Reggae di Indonesia
Beberapa nama yang terkenal dalam dunia musik Reggae dan sub-ragamnya Indonesia antara lain Tony Q Rastafara, Souljah, Ras Muhamad, Steven & Coconut Treez, Joni Agung (Bali), New Rastafara (Yogyakarta),dan Mbah Surip (Mojokerto). Selain itu ada juga grup reggae Coconut Head yang berasal dari Medan. Band reggae ini termasuk band pertama yang menggunakan nama "Coconut Head" di seluruh dunia.
Sekitar tahun 1986 musik Reggae mulai dikumandangkan di Indonesia, band tersebut adalah Black Company sebuah band dengan genre Reggae, beberapa tahun kemudian muncul Asian Roots yang merupakan turunan dari band sebelumnya, kemudian ada Asian Force dan Abresso, Jamming.

Thursday, June 23, 2011

Indonesia Reggae Festifal 2011

 Indonesia Reggae Festival 2011 yang baru kali pertama digelar akan dimeriahkan oleh musisi reggae dunia Big Mountain. Tak hanya itu, legenda musik Indonesia, Iwan Fals juga akan turut ambil bagian dalam acara yang akan digelar 21 Mei di Arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Mereka (Big Mountain) sudah fix akan datang. Begitu juga Iwan Fals. Jadi perhelatan ini semoga bisa meriah. Apalagi nantinya juga akan diisi dengan penampilan dari 50 band reggae yang ada di Indonesia.
Menurut Boy, acara ini akan disukseskan lebih dari 50 band reggae. Seperti, Ras Muhammad, Tony Q Rastafara, Souljah, Cozy Republic, Steven and Coconuts Trees dan  masih banyak lagi.

Monday, May 2, 2011

Reggae Rastaman






Musik reggae, sebutan rastaman, telah menjadi satu bentuk subkultur baru di negeri ini, di mana dengannya anak muda menentukan dan menggolongkan dirinya. Di sini, musik reggae menjadi penting sebagai sebuah selera, dan rastaman menjadi sebuah identitas komunal kelompok social tertentu. Tinggal bagaimana para pengamat social dan juga para anggota komunitas itu memahami diri dan kultur yang dipilihnya, agar tidak terjadi penafsiran keliru yang berbahaya bagi mereka. Penggunaan ganja adalah salah satu contohnya, di mana reggae tidak identik dengan ganja serta rastafarianisme pun bukanlah sebuah komunitas para penghisap ganja.
Ternyata Indonesia memang cukup berpotensi untuk reggae. Kalangan musisi yang bergelut di aliran musik reggae menyayangkan kaum pecinta reggae yang tidak mengerti makna sesungguhnya, musik yang satu ini. Mereka berharap, para pecinta reggae menghayati makna terdalam dari musik yang satu ini agar aliran ini tidak dimanfaatkan untuk menjaring kaum remaja ke arah yang negatif.
Saat ini banyak penggemar reggae yang menamai diri rastaman, tetapi menjalani gaya hidup yang seenaknya, yang bertolak belakang dengan pandangan penganut rastafari. Padahal, meski berasal dari kawasan yang sama, reggae dan rastafari merupakan dua hal yang berbeda. Begitu kentalnya nuansa falsafah rastafarian dalam ratusan tembang yang dicipta dan dibawakan musisi reggae, membuat citra reggae dan rastafarian sulit untuk dipisahkan.
Minimnya informasi mengenai esensi dari reggae dan rastafarian membuat pengertian antar keduanya menjadi tumpang tindih. Bahkan, ada orang yang menggunakan kata rasta sebagai kata ganti untuk mariyuana, atau ganja. Sehingga beberapa orang merasa takut untuk disebut sebagai rastaman, karena berkonotasi negatif. Jika diamati, para musisi reggae memang punya simpati kuat pada kaum rastafarian. Karena itu, mereka keberatan jika reggae dikonotasikan identik dengan kehidupan yang negatif. Kendati sebagai hiburan, musik reggae sejatinya berisi pesan positif. Pada intinya, setelah melalui perjalanan panjangnya, reggae dan rastafarian bisa dibilang punya arah yang sama. Membawa pesan kasih sayang dan perdamaian, bukan sekedar berambut gimbal atau tampil berantakan.
Disini kami akan
  • ·  Membangun bersama citra atau image musik reggae menjadi musik cinta damai penuh persaudaraan.
  •   Memasyarakatkan reggae dengan hal-hal yang positif dan penuh persaudaraan tanpa embel-embel.
  • ·           Membantah penilaian jika reggae itu melakukan  perilaku menyimpang atau bersifat negatif.